Senin, 10 September 2012

kerusakan terumbu karang


Hutan bawah laut atau lebih populer dengan nama terumbu karang merupakan
salah satu kekayaan alam yang dikaruniakan Allah SWT kepada hambanya. Di Sulsel
terumbu karang di laut  membentuk suatu ekosistem yang khas. Merupakan ekosistem
yang kompleks dengan keaneka ragaman hayati yang tinggi. Terumbu karang ini dihuni
oleh berbagai jenis ikan karang, seperti ikan sunu, katamba, baronang dan lain-lain
sehingga memungkinkan secara langsung  menyerap dan membuka lapangan kerja
baru seperti menjamurnya restoran  seafood dan warung-warung ikan bakar di Sulsel.
Manfaat yang terkandung di dalam ekosistem terumbu  karang sangat besar dan
beragam, baik manfaat langsung, (pemanfaatan ikan   dan biota lainnya, pariwisata
bahari), maupun manfaat tidak langsung (penahan abrasi pantai, pemecah gelombang,
tempat pemijahan dan habitat bagi biota laut seperti ikan karang, krustacea, moluska,
teripang dan lain-lain). Lebih dari 30% ikan-ikan yang merupakan pemasok protein yang
ditangkap di daerah terumbu karang. Banyaknya manfaat tersebut  menyebabkan
banyak pihak yang berkepentingan dan tidak jarang menimbulkan permasalahan.  Salah
satu masalah tersebut adalah kerusakan akibat aktivitas perikanan tangkap.
Kondisi Terumbu Karang
Luas perairan terumbu karang di Indonesia diperkirakan sekitar 75.000 km
2
,
dimana sekitar 40.000 km
2
(52%) terdapat di perairan Indonesia Bagian Timur. Namum
demikian berdasarkan hasil pemantauan yang dilaporkan oleh Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 1999 menyebutkan bahwa kondisi terumbu karang
di Indonesia  hanya 7 % dalam kondisi yang sangat baik, 33 % dalam kondisi baik , 46
% dalam kondisi rusak dan 15 % dalam kondisi kritis. Selanjutnya Thohari dan Alikodra
2005 melaporkan bahwa di Indonesia Timur kondisi terumbu karang hanya 9,8% sangat
baik, 35,29% dalam kondisi baik, 25,49% kondisi cukup baik dan 29,92% dalam kondisi
kurang baik. Laporan dari Bulletin COREMAP tahun 2007 menunjukkan 43% terumbu
karang dalam kondisi berat, 28,8% dalam kondisi rusak, 22% dalam kondisi baik dan 6,2
% dalam kondisi yang sangat baik. Data-data tersebut sangat merupakan warning bagi
kita semua dalam menyelamatkan sumberdaya hayati laut.
Di perairan Sulsel beberapa lokasi telah dilakukan  survey untuk mengamati
kerusakan terumbu karang. Berdasarkan hasil survey  Pusat Studi Terumbu
Karang(PSTK) Unhas tahun 2000, kondisi terumbu karang  di Kepulauan Sembilan
Teluk Bone adalah dalam kondisi rusak sampai sedang dengan rata-rata penutupan
karang hidup sebesar 30%. Tingkat kerusakan terumbu karang di perairan  Sulsel
bervariasi berdasarkan lokasinya. Di daerah Taka Bone Rate, tingkat kerusakan ratarata masih relatif lebih rendah yakni dengan penutupan karang hidup sekitar 40-60 %,
dan di daerah Kepulauan Spermonde tingkat penutupan karang sekitar 25-50%, (Nessa,
dkk 2002).
Kebanyakan terumbu karang tersebut berada pada wilayah pesisir dan daerah
kepulauan. Di Sulsel, beberapa kabupaten memiliki terumbu karang yang luas antara
lain, Kabupaten Pangkep, Selayar, Sinjai, Takalar dan Bulukumba. Kabupaten Pangkep
memiliki potensi terumbu karang yang sangat besar sehingga produksi ikang karang di
daerah tersebut juga cukup besar. Kabupaten Pangkep memiliki 114 buah pulau (34
pulau tidak berpenghuni), memiliki terumbu karang  seluas 374 km